Hari Ketiga MPLS 2020

Rangkuman




3



KAMIS
16 JULI 2020

07.30-08.30


DRIANA MAFTUCHA, S.Pd

08.30-09.30


ABDULLOH, S.Pd

09.30-10.30


AFNI LAILY HIDAYAH, S.Pd


Alhamdulillah semu rangkaian 3 hari keceriaan kita berakhir disini. selamat menyiapkan semangat baru untuk menuju kelas dan teman yang baru. sukses selalu anak-anak ku. buatlah kalian menjadi kebanggan kami semua. salam SPENSAGA "Iam POSSIBLE"

KEPRAMUKAAN "PRASPEGA"

Afni Laily Hidayah, S.Pd

MATERI MPLS PRAMUKA

Kata "Pramuka" merupakan singkatan dari Praja Muda Karana, yang memiliki arti Orang Muda yang Suka Berkarya.
"Pramuka" merupakan sebutan bagi anggota Gerakan Pramuka, yang meliputi; Pramuka Siaga (7-10 tahun), Pramuka Penggalang (11-15 tahun), Pramuka Penegak (16-20 tahun) dan Pramuka Pandega (21-25 tahun).

Sedangkan yang dimaksud "Kepramukaan" adalah proses pendidikan di luar lingkungan sekolah dan di luar lingkungan keluarga dalam bentuk kegiatan menarik, menyenangkan, sehat, teratur, terarah, praktis yang dilakukan di alam terbuka dengan Prinsip Dasar Kepramukaan dan Metode Kepramukaan, yang sasaran akhirnya pembentukan watak, akhlak dan budi pekerti luhur. Kepramukaan adalah sistem pendidikan kepanduan yang disesuaikan dengan keadaan, kepentingan dan perkembangan masyarakat dan bangsa Indonesia.
 Sejarah Gerakan Pramuka atau Kepanduan di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1923 yang ditandai dengan didirikannya (Belanda) Nationale Padvinderij Organisatie (NPO) di Bandung. Sedangkan di tahun yang sama, di Jakarta didirikan (Belanda) Jong Indonesische Padvinderij Organisatie (JIPO).
Gerakan Pramuka bertujuan untuk membentuk setiap pramuka:

a.   memiliki kepribadian yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, berkecakapan hidup, sehat jasmani, dan rohani;
b.    menjadi warga negara yang berjiwa Pancasila, setia dan patuh kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta menjadi anggota masyarakat yang baik dan berguna, yang dapat membangun dirinya sendiri secara mandiri serta bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan bangsa dan negara, memiliki kepedulian terhadap sesama hidup dan alam lingkungan.

-         Gerakan Pramuka berlandaskan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut:
·         Iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
·         Peduli terhadap bangsa dan tanah air, sesama hidup dan alam seisinya
·         Peduli terhadap dirinya pribadi
·         Taat kepada Kode Kehormatan Pramuka

-         Metode Kepramukaan merupakan cara belajar interaktif progresif 
melalui:
·         pengamalan Kode Kehormatan Pramuka;
·         belajar sambil melakukan;
·         kegiatan berkelompok, bekerjasama, dan berkompetisi;
·         kegiatan yang menarik dan menantang;
·         kegiatan di alam terbuka;
·         kehadiran orang dewasa yang memberikan bimbingan, dorongan, dan dukungan;
·         penghargaan berupa tanda kecakapan; dan
·         satuan terpisah antara putra dan putri;


latihan yel-yel



dulu kala

tetab semangat!
salam
SPENSAGA
"Iam POssible"

Pendidikan Karekter

Abdulloh, S.Pd

MATERI PENDIDIKAN KARAKTER

Pengertian Pendidikan Karakter Menurut Ahli

Penguatan pendidikan moral (moral education) atau pendidikan karakter (character education) dalam konteks sekarang sangat relevan untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di negara kita. Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek, penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, dan perusakan milik orang lain sudah menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara tuntas, oleh karena itu betapa pentingnya pendidikan karakter.

Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral behavior). Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakanbahwa karakter yang baikdidukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan. Bagan di bawah ini merupakan bagan kterkaitan ketiga kerangka pikir ini.

1.  Pendidikan Karakter Menurut Lickona

Secara sederhana, pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai segala usaha yang dapat dilakukan untuk mempengaruhi karakter siswa. Tetapi untuk mengetahui pengertian yang tepat, dapat dikemukakan di sini definisi pendidikan karakter yang disampaikan oleh Thomas Lickona. Lickona menyatakan bahwa pengertian pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika yang inti.

2.  Pendidikan Karakter Menurut Suyanto

Suyanto (2009) mendefinisikan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun  negara.

3.  Pendidikan Karakter Menurut Kertajaya

Karakter adalah ciri khas yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Ciri khas tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, serta merupakan “mesin” yang mendorong bagaimana seorang bertindak, bersikap, berucap, dan merespon sesuatu (Kertajaya, 2010).

4.  Pendidikan Karakter Menurut Kamus Psikologi

Menurut  kamus psikologi, karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, dan biasanya berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap (Dali Gulo, 1982: p.29).

Nilai-nilai dalam pendidikan karakter

Ada 18 butir nilai-nilai pendidikan karakter yaitu , Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air, Menghargai prestasi, Bersahabat/komunikatif, Cinta Damai, Gemar membaca, Peduli lingkungan, Peduli sosial, Tanggung jawab.

Pendidikan karakter telah menjadi perhatian berbagai negara dalam rangka mempersiapkan generasi yang berkualitas, bukan hanya untuk kepentingan individu warga negara, tetapi juga untuk warga masyarakat secara keseluruhan. Pendidikan karakter dapat diartikan sebagai the deliberate us of all dimensions of school life to foster optimal character development (usaha kita secara sengaja dari seluruh dimensi kehidupan sekolah/madrasah untuk membantu pembentukan karakter secara optimal.

Pendidikan karakter memerlukan metode khusus yang tepat agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Di antara metode pembelajaran yang sesuai adalah metode keteladanan,  metode pembiasaan, dan metode pujian dan hukuman.

Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia.

Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.

Pendidikan yang bertujuan melahirkan insan cerdas dan berkarakter kuat itu, juga pernah dikatakan Dr. Martin Luther King, yakni; intelligence plus character… that is the goal of true education (kecerdasan yang berkarakter… adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya).

Memahami Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif.

Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.

Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu:


1.   Karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya

2.   Kemandirian dan tanggungjawab

3.   Kejujuran/amanah, diplomatis

4.   Hormat dan santun

5.   Dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama;

6.   Percaya diri dan pekerja keras

7.   Kepemimpinan dan keadilan

8.   Baik dan rendah hati, dan

9.   Karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.

Kesembilan pilar karakter itu, diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good. Knowing the good bisa mudah diajarkan sebab pengetahuan bersifat kognitif saja. Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi engine yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan. Sehingga tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan, maka acting the good itu berubah menjadi kebiasaan.

Dasar pendidikan karakter ini, sebaiknya diterapkan sejak usia kanak-kanak atau yang biasa disebut para ahli psikologi sebagai usia emas (golden age), karena usia ini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Dari sini, sudah sepatutnya pendidikan karakter dimulai dari dalam keluarga, yang merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter anak.

Namun bagi sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orang tua yang terjebak pada rutinitas yang padat. Karena itu, seyogyanya pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutama sejak play group dan taman kanak-kanak. Di sinilah peran guru, yang dalam filosofi Jawa disebut digugu lan ditiru, dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan langsung dengan peserta didik.

Dampak Pendidikan Karakter

Apa dampak pendidikan karakter terhadap keberhasilan akademik? Beberapa penelitian bermunculan untuk menjawab pertanyaan ini. Ringkasan dari beberapa penemuan penting mengenai hal ini diterbitkan oleh sebuah buletin, Character Educator, yang diterbitkan oleh Character Education Partnership.

Dalam buletin tersebut diuraikan bahwa hasil studi Dr. Marvin Berkowitz dari University of Missouri- St. Louis, menunjukan peningkatan motivasi siswa sekolah dalam meraih prestasi akademik pada sekolah-sekolah yang menerapkan pendidikan karakter. Kelas-kelas yang secara komprehensif terlibat dalam pendidikan karakter menunjukkan adanya penurunan drastis pada perilaku negatif siswa yang dapat menghambat keberhasilan akademik.

Sebuah buku yang berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins, et.al, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi.

Hal itu sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ). Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya.

Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.

Beberapa negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di antaranya adalah; Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea. Hasil penelitian di negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian akademis.

Seiring sosialisasi tentang relevansi pendidikan karakter ini, semoga dalam waktu dekat tiap sekolah bisa segera menerapkannya, agar nantinya lahir generasi bangsa yang selain cerdas juga berkarakter sesuai nilai-nilai luhur bangsa dan agama.


Tetap Berlomba dalam Kebaikan :)


Salam SPENSAGA "Iam Possible"

Wawasan Wiyata Mandala

Driana Maftucha, S.Pd

ARTI DAN MAKNA WAWASAN WIYATA MANDALA

A.   Wawasan : Suatu pandangan atau sikap yang mendalam terhadap suatu hakikat. Wiyata : Pendidikan Mandala : Tempat atau lingkungan Wiyata mandala adalah sikap menghargai dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sekolah sebagai tempat menuntut ilmu pengetahuan. Unsur-unsur wiyata mandala:
1.   Sekolah merupakan lingkungan pendidikan
2.   Kepala sekolah mempunyai wewenang dan tanggung jawab penuh atas    penyelenggaraan pendidikan dalam lingkungan sekolah.
3.   Antara guru dan orang tua siswa harus ada saling pengertian dan kerjasama erat untuk mengemban tugas pendidikan (hubungan yang serasi)
4.   Warga sekolah di dalam maupun di luar sekolah harus menjunjung tinggi martabat dan citra guru.
5.   Sekolah harus bertumpu pada masyarakat sekitarnya dan mendukung antarwarga.

B.   SEKOLAH DAN FUNGSINYA
Sekolah merupakan tempat penyelenggaraan PBM, menanamkan dan mengembangkan berbagai nilai, ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal tempat berlangsungnya PBM untuk membina dan mengembangkan:
1.   Ilmu pengetahuan dan teknologi
2.   Pandangan hidup/kepribadian
3.   Hubungan antara manusia dengan lingkungan atau manusia dengan Tuhannya
4.   Kemampuan berkarya.  

C.   FUNGSI SEKOLAH
Fungsi sekolah adalah sebagai tempat masyarakat belajar karena memiliki aturan/tata tertib kehidupan yang mengatur hubungan antara guru, pengelola pendidikan siswa dalam PBM untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan dlam suasana yang dinamis.

D.  CIRI-CIRI SEKOLAH SEBAGAI MASYARALAT BELAJAr
Ciri-ciri sekolah sebagai masyarakat belajar adalah :
1.   Ada guru dan siswa, timbulnya PBM yang tertib
2.   Tercapainya masyarakat yang sadar, mau belajar dan bekerja keras.
3.   Terbentuknya manusia Indonesia seutuhnya.

E.   PRINSIP SEKOLAH
Sekolah sebagai Wiyata Mandala selain harus bertumpu pada masyarakat sekitarnya, juga harus mencegah masuknya faham sikap dan perbuatan yang secara sadar ataupun tidak dapat menimbulkan pertentangan antara sesama karena perbedaan suku, agama, asal/usul/keturunan, tingkat sosial ekonomi serta perbedaan paham politik. Sekolah tidak boleh hidup menyendiri melepaskan diri dari tantangan sosial budaya dalam masyarakat tempat sekolah itu berada. Sekolah juga menjadi suri teladan bagi kehidupan masyarakat sekitarnya, serta mampu mencegah masuknya sikap dan perbuatan yang akan menimbulkan pertentangan. Untuk itu sekolah memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut :
1.   Sekolah sebagai wadah/lembaga yang memberikan bekal hidup. Dalam hal ini sekolah seharusnya bukan hanya sekedar lembaga yang mencetak para intelektual muda namun lebih dari itu sekolah harus menjadi rumah kedua yang memberikan pelayanan dan pengalaman tentang hidup, mulai dari berorganisasi, bermasyarakat (bersosialisasi), pendidikan lingkungan hidup (PLH) atau bahkan pengalaman hidup yang sesungguhnya.
2.   Sekolah sebagai institusi tempat peserta didik belajar dibawah bimbingan pendidik. Bimbingan lebih dari sekedar pengajaran. Dalam bimbingan peran pendidik berubah dari seorang pendidik menjadi seorang orangtua bahkan menjadi seorang kakak.
3.   Sekolah sebagai lembaga dengan pelayanan yang adil/merata bagi stakeholdernya. Hal tersebut bisa berupa pemerataan kesempatan mendapatkan transfer of knowledge, maupun transfer of experience, dengan tanpa membedakan baik dari segi kemampuan ekonomi, kemampuan intelegensia, dan juga kemampuan fisik (gagasan sekolah inklusi).
4.   Sekolah sebagai lembaga pengembangan bakat dan minat siswa. Prinsip ini sejalan dengan teori multiple intelligence (Howard Gardner) yang memandang bahwa kecerdasan intelektual bukanlah satu-satunya yang perlu diperhatikan oleh lembaga pendidikan, terutama sekolah. Kemampuan bersosialisasi, kemampuan kinestik, kemampuan seni dan kemampuan-kemampuan lainnya juga perlu diperhatikan secara seimbang.
5.   Sekolah sebagai lembaga pembinaan potensi di luar intelegensi. Peningkatan kemampuan intelektual, emosional maupun kemampuan-kemampuan lainnya mendapat perhatian yang seimbang.
6.   Sekolah harus memberikan perhatian serius untuk mengembangkan kemampuan emosional dan sosial, kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi, kemampuan bekerjasama dalam kelompok, dan lain-lain.
7.   Sekolah sebagai wahana pengembangan sikap dan watak. Sikap sederhana, jujur, terbuka, penuh toleransi, rela berkomunikasi dan berinteraksi, ramah tamah dan bersahabat, cinta negara, cinta lingkungan, siap bantu membantu khususnya kepada yang kurang beruntung merupakan sikap dan watak yang perlu dibentuk di dalam lingkungan sekolah.
8.   Sekolah sebagai wahana pendewasaan diri. Di dalam dunia yang berubah begitu cepat, salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki tiap peserta didik adalah kompetensi dasar: belajar secara mandiri. Dengan proses pendewasaan yang diberikan di sekolah, pendidik tidak lagi perlu menjejali pemikiran peserta didik dengan perintah. Lebih dari itu peserta didik akan mendapatkan sesuatu yang jauh lebih besar ketika ia mencari dan mendapatkan apa yang ia butuhkan untuk hidupnya.
9.   Sekolah sebagai bagian dari masyarakat belajar (learning society). Sekolah bukan hanya sebagai tempat pembelajaran bagi peserta didik, namun juga seharusnya sekolah mampu menjadi pusat pembelajaran bagi masyarakat di lingkungan sekitar.

F.   PENGGUNAAN SEKOLAH
Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan yang diperuntukan sebagai tempat proses kegiatan belajar mengajar, tidak diperbolehkan dijadikan sebagai tempat :
1.   . Ajang promosi /penjualan produk-produk perniagaan yang tidak berhubungan dengan pendidikan.
2.   Sekolah merupakan lingkungan bebas rokok bagi semua pihak.
3.   Penyebaran aliran sesat atau penyebarluasan aliran agama tertentu yang bertentangan dengan undang-undang.
4.   Propaganda politik/kampanye.
5.   Shooting film dan atau sinetron tanpa seijin Pemerintah Daerah.
6.   . Kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan kerusakan, perpecahan, dan perselisihan, sehingga menjadikan suasana sekolah tidak kondusif.

G.  PENATAAN WIYATA MANDALA DALAM UPAYA KETAHANAN SEKOLAH
1.   Ketahanan sekolah lebih menitikberatkan pada upaya-upaya yang bersifat preventif.
2.   Untuk menjadikan sekolah sesuai dengan tujuan dan fungsinya, perlu dilakukan penataan Wiyata Mandala di sekolah melalui langkah-langkah :
a)   Meningkatkan koordinasi dan konsolidasai sesama warga sekolah untuk dapat mencegah sedini mungkin adanya kegiatan dan tindakan yang dapat mengganggu proses belajar mengajar.
b)    Melaksanakan tata tertib sekolah secara konsisten dan berkelanjutan.
c)   Melakukan koordinasi dengan Komite sekolah dan pihak keamanan setempat untuk terselenggaranya ketahanan sekolah.
d)   Mengadakan penyuluhan bagi orangtua dan siswa yang bermasalah
e)   Mengadakan penyuluhan dan pembinanan kesadaran hukum bagi siswa.
f)    Pembinaan dan pengembangan keimanan, ketaqwaan, etika bermoral Pancasila, kepribadian sopan santun dan berdisiplin.
g)   Pengembangan logika para siswa, rajin belajar, gairah menulis, gemar membaca/ informasi/penemuan para ahli.
h)   Mengikutsertakan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler dan pengembangan diri.
i)    Mengadakan karya wisata dalam rangka pengembangan iptek.

H.  TUGAS, WEWENANG DAN TANGGUNGJAWAB KEPALA SEKOLAH DALAM HAL PELAKSANAAN WIYATA MANDALA
Kepala Sekolah sebagai pimpinan utama, bertugas dan bertanggung jawab memimpin penyelenggaraan belajar mengajar serta membina pendidik dan tenaga kependidikan serta membina hubungan kerja sama dan peran serta masyarakat. Kepala Sekolah dalam melaksanakan penataan Wiyata Mandala di sekolah, dengan melakukan kegiatan-kegiatan :
1.    Melaksanakan program-program yang telah disusun bersama Komite Sekolah.
2.    Menyelenggarakan musyawarah sekolah yang melibatkan pendidik, OSIS, Komite Sekolah, tokoh masyarakat serta pihak keamanan setempat.
3.   Menertibkan lingkungan sekolah baik yang berbentuk perangkat keras (sarana prasarana) dan perangkat lunak (peraturan-peraturan, tata tertib, tata upacara dan lain lain).
4.   Mengadakan pertemuan baik rutin maupun insidentil yang bersifat intern sekolah (kepala sekolah, pendidik, orangtua siswa, siswa).
5.   Menyelenggarakan kegiatan yang dapat menunjang ketahanan sekolah seperti PKS, Pramuka, PMR, Paskibraka, kesenian dan sebagainya.

I.    MEKANISME DALAM PELAKSANAAN WIYATA MANDALA
Dalam rangka pelaksanaan Wiyata Mandala perlu upaya penang-gulangan secara dini setiap permasalahan yang timbul sehingga dapat menghilangkan dampak negatifnya, yaitu dilaksanakan secara terpadu, bertahap dan berlanjut sebagai berikut :
1.   Tahap Preventif Upaya untuk meniadakan peluang-peluang yang dapat memungkinkan terjadinya kasus-kasus negatif di sekolah, melalui antara lain :
a)   Memelihara sekolah, dan lingkungan sekolah serta menciptakan kebersihan dan ketertiban agar siswa merasa nyaman dan menyenangkan dan tidak ada tempat tertentu yang dijadikan siswa untuk hal-hal negatif.
b)   Menciptakan suasana yang harmonis antara pihak pendidik/staf dan siswa serta penduduk di sekitar sekolah.
c)   Membentuk jaring-jaring pengawasan/kontrol dan razia terhadap kegiatan siswa di lingkungan sekolah.
d)   Menghilangkan bentuk-bentuk perpeloncoan pada saat MOS.
e)    Meminimalisir keterlibatan kelompok maupun perorangan dalam kegiatan sekolah.
f)    Mengisi jam-jam kosong dengan pelajaran atau kegiatan ekstra lainnya.
g)   Meningkatkan kegiatan ekstra kurikuler pada masa awal/akhir semester dan masa liburan sekolah.
h)   Peningkatan keamanan dan ketertiban khususnya pada saat berangkat/ usai sekolah.
2.   Tahap Represif Upaya untuk menindak siswa yang telah melanggar peraturan-peraturan dan tata tertib sekolah. Upaya Represif seperti :
a)   Mendamaikan para pihak yang terlibat perselisihan berikut orangtua/pendidik pembinanya.
b)   Membatasi areal tempat terjadinya aksi.
c)   Menetralisir isu-isu yang berkembang dan mencegah timbulnya isu-isu baru.
d)   Berkoordinasi dengan pihak keamanan apabila terdapat pihak luar sekolah yang melanggar keamanan, ketertiban dan perbuatan kriminalitas di lingkungan sekolah.
e)    Mengungkap lebih lanjut keterlibatan pihak luar sekolah atas kasus yang timbul dan menyelesaikan secara hukum.
f)    Mengikutsertakan para ahli untuk mengadakan bimbingan dan penyuluhan.
g)   Memberikan sanksi sesuai tata tertib yang berlaku.

Salam SPENSAGA "IAM POSSIBLE"



Hari Kedua MPLS 2020

Rangkuman
NO
HARI
TANGGAL
WAKTU
KEGIATAN DAN MATERI
PEMATERI





2




RABU
15 JULI 2020

07.30-08.30


KURNIADI, M.Pd.I

08.30-09.30


MUSTATIAH, S.Pd, M.Pd

09.30-10.30


LILIS SRI BANOWATI, S.Pd



Tiga materi unggulan kali ini semoga menjadi kebaikan dan pembelajaran khususny bagi peserta didik untu lebih jauh mencintai agama dan negara serta beprestasi dalam minat bakat yang telah dipilih dan diperjuangkan nantinya. Salam SPENSAGA "Iam Possible"

PPDB 2023: KETENTUAN DAN TATA CARA

Terdapat empat jalur yang tersedia, yaitu Zonasi, Afirmasi, Prestasi, dan Kepindahan Orang Tua. Mana yang mesti anda pilih? simak panduan ce...